ANALOGI.ID | BANDA ACEH – Pemerintah Aceh telah menetapkan Pulo Aceh di Kabupaten Aceh Besar dan Pulau Raya di Kabupaten Aceh Jaya sebagai lokasi pengembangan Sapi Aceh. Langkah ini dilakukan sebagai upaya mendorong pengembangan Sapi Aceh, agar tetap lestari dan mampu memenuhi kebutuhan dan permintaan daging sapi yang memang sangat tinggi di Bumi Serambi Mekah.
Hal tersebut disampaikan oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Aceh Mawardi, saat membacakan sambutan Penjabat Gubernur Aceh pada Rapat Koordinasi Peningkatan dan Pemanfaatan Sapi Aceh serta inisiasi pembentukan Asosiasi Peternak Sapi Aceh, di Aula Hermes Palace Hotel, Selasa (24/10/2023).
“Beberapa waktu lalu, Menteri Pertanian telah menerbitkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 2907/kpts/01.140/6/2011, tentang Rumpun Sapi Aceh yang menyatakan bahwa spesies sapi Aceh berbeda dengan sapi lainnya di Indonesia. Sebagai tindak lanjut SK tersebut, Pemerintah mendorong agar pengembangan sapi Aceh terus ditingkatkan dan menetapkan dua lokasi pengembangan sapi Aceh, di Pulau Raya dan Pulau Aceh,” ujar Mawardi.
Secara kualitas, sambung Mawardi, Sapi Aceh memiliki daya tahan yang tinggi terhadap berbagai cuaca dan ancaman penyakit. Daging sapi Aceh juga lebih enak, lebih empuk dan lebih gurih. Tidak heran jika harga daging sapi Aceh lebih mahal dari daging sapi biasa. Bahkan, harga daging di Aceh juga akan mengalami lonjakan menjelang hari-hari besar agama.
Berdasarkan data statistik tahun 2022, produksi daging sapi di Aceh berkisar 12.014 ton. Sebagian besar daging itu habis untuk konsumsi lokal. Sementara populasi sapi potong di Aceh berkisar 533.749 ekor.
Jika populasi Sapi Aceh tidak ditingkatkan, maka jumlah Sapi Aceh akan menyusut. Oleh karena itu, untuk pengembangan populasi Sapi Aceh, Pemerintah Aceh menjalankan strategi strategi khusus untuk meningkatkan populasi sapi Aceh. Tidak hanya menentukan lokasi pengembangan tetapi juga mengembangkan program inseminasi buatan, agar suatu saat nanti Aceh bisa menjadi sumber penyedia bibit untuk kebutuhan daerah lain.
“Sejauh ini Pemerintah Aceh telah mengembangkan pusat pembibitan sapi yang ada di Indrapuri, Aceh Besar. Namun upaya pengembangan lain juga perlu kita lakukan, termasuk melakukan pembinaan terhadap para peternak sapi Aceh. Para peternak sapi ini harus dirangkul dan disiapkan wadah khusus agar mereka bisa saling berbagi pengetahuan tentang sistem peternakan terbaik,” kata Mawardi.
Mawardi menambahkan, Pemerintah Aceh sangat mendukung kegiatan ini untuk membahas pengembangan dan pelestarian sapi Aceh. “Saya optimis, pertemuan ini mampu menghasilkan rekomendasi untuk ditindaklanjuti bersama. Sehingga upaya pengembangan sapi Aceh dapat berlanjut secara intensif dan ketersediaan daging sapi Aceh tidak hanya untuk konsumsi lokal, namun juga bisa diekspor ke luar Aceh.”
“Apresiasi kami atas kehadiran Bapak nasrullah, selaku Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian. Semoga kehadiran Bapak dapat mendorong sistem peternakan sapi di Aceh lebih meningkat dan produksi dagingnya mampu berkontribusi untuk memperkuat kebutuhan pangan nasional,” pungkas Mawardi.
Sekilas tentang Sapi Aceh*
Berdasarkan hasil penelitian, para tim ahli telah membuktikan bahwa sapi di Aceh memiliki perbedaan dibanding sapi- sapi lainnya yang ada di Indonesia. Perbedaan itu terletak pada plasma nutfah yang ada di dalam tubuhnya. Plasma nutfah merupakan substansi yang menggambarkan tentang keturunan khusus dari jenis hewan tersebut.
Keunikan plasma nutfah sapi Aceh sudah dipresentasikan di depan dewan penguji bibit di Jakarta pada 3 Juni 2011 lalu. Ada sejumlah peneliti yang menyebutkan bahwa Sapi Aceh merupakan hasil persilangan antara bos indicus, sejenis sapi India, dengan banteng. Hasil persilangan ini dilakukan di masa Kesultanan Iskandar Muda. Sapi hasil keturunan inilah yang berkembang di Aceh sampai sekarang. []