DPR Aceh Paripurna Raqan Hasil Fasilitasi Kemendagri

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh menggelar rapat paripurna penetapan tiga rancangan Qanun Aceh sisa Program Legislasi Prioritas Tahun 2022 hasil fasilitasi Kemendagri pada Rabu, 5 April 2023. (Foto: Humas DPRA)

ANALOGI.ID | BANDA ACEH – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh menggelar rapat paripurna penetapan tiga rancangan Qanun Aceh sisa Program Legislasi Prioritas Tahun 2022 hasil fasilitasi Kemendagri pada Rabu, 5 April 2023 siang. “Pada kesempatan ini, kami juga ingin menyampaikan bahwa dari enam rancangan Qanun yang belum mendapatkan hasil fasiltasi Kementerian Dalam Negeri, tiga diantaranya sudah keluar hasil fasilitasinya,” ujar Wakil Ketua DPR Aceh, Safaruddin, S.Sos, saat membuka rapat paripurna tersebut.

Adapun Raqan hasil fasilitasi Kemendagri yang telah keluar tersebut, antara lain yaitu Raqan Aceh tentang rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hasil fasilitasi Raqan Aceh ini keluar dengan surat Nomor: 100.2.2.6/9559/OTDA tanggal 28 September 2022.

Bacaan Lainnya

Selanjutnya Rancangan Qanun Aceh tentang Wali Nanggroe juga telah keluar hasil fasilitasi yang dimaksud melalui surat Nomor: 100.2.2.6/0276/OTDA tanggal 9 Januari 2023. Begitu pula dengan Rancangan Qanun Aceh tentang Perubahan Atas Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2010 tentang Kesehatan, “melalui suratnya 100.2.2.6/9499/OTDA tanggal 27 September 2022.”

Safaruddin mengatakan dua rancangan qanun Aceh hasil fasilitasi Kemendagri tersebut, yaitu terkait lingkungan serta lembaga Wali Nanggroe, telah dilakukan penyempurnaan oleh Alat Kelengkapan Dewan (AKD) Pembahas bersama Tim Asistensi Pemerintahan Aceh. Sementara Raqan tentang Perubahan Atas Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2010 tentang Kesehatan, menurut Safaruddin, masih dalam pembahasan di Komisi 5 DPR Aceh dengan Tim Pemerintah Aceh.

Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Aceh, Safaruddin, S.Sos, tersebut turut dihadiri Ketua DPR Aceh, Saiful Bahri dan para anggota DPR Aceh lainnya. Hadir pula Sekda Aceh, Bustami Hamzah, yang mewakili Pj Gubernur Aceh dan para asisten serta Kepala SKPA.

Sekda Bustami mewakili Pj Gubernur Aceh mengatakan rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan Rancangan Qanun prakarsa Pemerintah Aceh dan telah ditetapkan sebagai prioritas pembahasan tahun 2022, melalui Keputusan DPRA Nomor 17/DPRA/2021 tentang Penetapan Program Legislasi Aceh Prioritas Tahun 2022.

“Qanun ini berlaku selama 30 tahun, yang bertujuan antara lain untuk melindungi kualitas lingkungan hidup dan meningkatkan fungsi lingkungan hidup di Aceh,” ujar Sekda Bustami.

Sekda mengatakan Raqan Aceh ini masuk dalam kategori rancangan qanun yang wajib mendapat fasilitasi oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai bentuk pembinaan dari Pemerintah Pusat. Menurutnya, fasilitasi ini diperlukan agar rancangan qanun daerah tersebut tidak bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum.

Sekda Bustami mengakui bahwa hasil fasilitasi Kemendagri terkait rancangan Qanun Aceh tersebut baru diterima pada 4 Januari 2023. Hal inilah yang mengakibatkan rancangan Qanun Aceh terkait rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tersebut tidak dapat diparipurnakan pada tahun 2022.

“Pasca hasil fasilitasi tersebut, Tim Pemerintah Aceh bersama Komisi IV DPRA serta tenaga ahli telah melakukan penyesuaian terhadap Rancangan Qanun tersebut, sehingga terhadap Rancangan Qanun Aceh tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kami sepakat untuk dilakukan pembahasan ke persetujuan bersama antara DPR Aceh dan Gubernur Aceh pada masa sidang tahun 2023 ini,” kata Bustami.

Selain itu, Pemerintah Aceh juga turut menyarankan agar Rancangan Qanun Aceh tentang Wali Nanggroe yang menjadi inisiatif DPR Aceh agar disesuaikan dengan hasil fasilitasi Kemendagri. Dengan demikian diharapkan pemberian nomor registrasi dapat menjadi lebih mudah terhadap Raqan tersebut.

Menurut Sekda Aceh, Pemerintah Aceh menyarankan agar berkenaan dengan Peraturan Wali Nanggroe dan keputusan Wali Nanggroe sebagai produk hukum Wali Nanggroe, sesuai dengan hasil fasilitasi hendaknya bersifat internal Lembaga Wali Nanggroe. Peraturan Wali Nanggroe tersebut juga disarankan hanya berlaku untuk penyelenggaraan kehidupan adat dan budaya.

“Bukan pelaksanaan keistimewaan dan kekhususan Aceh secara menyeluruh, sesuai dengan UUPA,” baca Sekda Bustami.

Selanjutnya berkenaan dengan pemberian pertimbangan dan rekomendasi terhadap pengangkatan dan/atau penetapan kepala/ketua, majelis, badan kelembagaan kekhususan dan keistimewaan Aceh, yang bersifat mengikat. Pemerintah Aceh berpendapat seyogyanya tidak semua Lembaga kekhususan dan keistimewaan harus mendapatkan pertimbangan dan rekomendasi Wali Nanggroe.

“Menurut hemat kami Pertimbangan dan rekomendasi tersebut hanya dibatasi untuk pengangkatan Ketua MAA. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 9 Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2019 tentang Majelis Adat Aceh, yang menyatakan MAA merupakan Lembaga Keistimewaan Aceh yang bersifat otonom dan independent serta sebagai mitra Pemerintahan Aceh dalam penyelenggaraan kehidupan adat dan adat istiadat dalam masyarakat yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Wali Nanggroe,” pungkas Sekda. []

Pos terkait