ANALOGI.ID | BANDA ACEH – Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menetapkan tiga tersangka tindak pidana korupsi penguasaan lahan Eks-HGU PT. Desa Jaya Alur Jambu dan PT. Desa Jaya Perkebunan Alur Meranti, serta Penerbitan beberapa Sertifikat Hak Milik atas Tanah Negara oleh Pengurus PT. Desa Jaya Alur Meranti.
Tiga tersangka itu masing-masing, Kepala Kantor BPN Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2009, berinisial M, Direktur PT. Desa Jaya Alur Jambu dan Direktur PT. Desa Jaya Alur Meranti, berinisial TY, serta penerima ganti rugi pengadaan tanah untuk kepentingan umum pembangunan Makodim Aceh Tamiang berinisial TR.
Kasi Penkum Kejati Aceh, Ali Rasab dalam siaran persnya mengatakan, penetapan tersangka dilakukan pada Jumat, 31 Maret 2023 usai dilakukan ekpose perkara.
Dalam kasus ini, kata Ali Rasab, M yang juga mantan Bupati Aceh Tamiang itu diduga melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerbitkan Sertifikat Hak Milik di atas tanah negara dengan tujuan untuk dijual kembali kepada negara.
“Lalu, tersangka memanipulasi beberapa dokumen persyaratan permohonan sertifikat hak milik,” kata Ali Rasab di Banda Aceh, Rabu, 12 April 2023.
Sementara TY, lanjut Ali, melakukan musyawarah dengan panitia pengadaan tanah tanpa kuasa pemegang hak dan alas hak. Menerima pembayaran ganti rugi atas pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang dari tanah negara.
“Memanipulasi beberapa dokumen persyaratan permohonan sertifikat hak milik,” sebutnya.
Tersangka TR, tambah Ali, mengajukan permohonan Sertifikat Hak Milik di atas tanah negara dengan tujuan untuk dijual kembali kepada negara. Mengajukan dan menerima pembayaran ganti rugi atas pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
“Memanipulasi beberapa dokumen persyaratan permohonan sertifikat hak milik,” sebutnya.
Ali mengurai kronologi kasus tersebut, pada tahun 1963, PT Desa Jaya dengan Direktur Alm. Tengku Abdul Jalil (Ayah Kandung TY dan TR) memiliki 2 Hak Guna Usaha berupa lahan perkebunan Karet yakni : HGU Nomor 25 D/H no. 1 (12 September 1970) (didaftarkan tanggal 24 Agustus 1963) dengan waktu selama 25 tahun berakhir pada tanggal 22 Agustus 1988 seluas 885,62 ha dan HGU Nomor 24 D/H no. 1 dikeluarkan pada tanggal 12 September 1970 (didaftarkan tanggal 24 Agustus 1963) dengan waktu selama 25 tahun berakhir pada tanggal 22 Agustus 1988 (dihitung sejak didaftarkan) seluas 1.658 ha.
Dalam pelaksanaan kegiatan usaha perkebunan dari tahun 1988 hingga sekarang, katanya, kedua perusahaan tersebut tidak didukung alas hak dan perizinan dalam melaksanakan usaha perkebunan.
PT. Desa Jaya Alur Jambu Berakhir tahun 1988 Hingga saat ini belum perpanjangan dan pembaharuan. Sementara izin usahanya Terbit tahun 2015.
Sementara, HGU PT Desa Jaya Alur Meranti sudah dilakukan pembaharuan yang terbit tahun 2010. Sedangkan izin usaha perkebunan ini terbit tahun 2014.
Bahwa pada tahun 2009, pengurus PT Desa Jaya, TR mengajukan permohonan sertifikat hak milik di atas tanah negara yang berdekatan dengan Lahan eks HGU PT Desa Jaya Alur Meranti dengan tujuan untuk mendapatkan pembayaran dari pengadaan tanah untuk kepentingan umum pembangunan Makodim Aceh Tamiang.
Dikarenakan asal muasal tanah tersebut merupakan tanah negara TR dengan dibantu oleh M (Kepala Kantor Pertanahan Aceh Tamiang Tahun 2009) membuat permohonan kepemilian hak tanah dengan tujuan untuk bertani dan berkebun. Setelah terbit sertifikat pada tanggal 5 Juni 2009, selang beberapa hari Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melakukan ganti rugi kepada TR atas tanah tersebut seharga Rp.6.430.000.000,-.
“Bahwa PT. Desa Jaya Alur Meranti dan PT. Desa Jaya Alur Jambu mendapatkan keuntungan illegal yang berasal dari pelaksanaan kegiatan usaha perkebunan secara melawan hukum dan tidak berhak menerima ganti rugi atas pengadaan tanah untuk kepentingan umum pembangunan Makodim Aceh Tamiang tahun 2009 yang berdampak kerugian keuangan negara dan perekonomian negara berkisa Rp. 64.000.000.000,” katanya.
“Hasil pelaksanaan ekspose berdasar bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan 3 tersangka sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap Tindak Pidana Korupsi Penguasaan Lahan Eks-HGU PT. Desa Jaya Alur Jambu dan PT. Desa Jaya Perkebunan Alur Meranti, serta Penerbitan beberapa Sertifikat Hak Milik atas Tanah Negara oleh Pengurus PT. Desa Jaya Alur Meranti melanggar Pasal 2 Jo Pasal 3 UU TIPIKOR jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” pungkasnya. []